Self Motive: Menyelaraskan Jiwa dan Rasa Syukur di Tengah Realita Hidup

Hidup itu soal menyelaraskan jiwa dan rasa syukur

Beberapa hari lalu sempat menyelami artikel-artikel yang ditulis Dzofar.com aka Mas Ndop, dan nemuin salah satu artikelnya yang keren yang berjudul “Manusia itu menurutku...”.

Illustrasi Self Motive dibuat pakai ChatGPT

Illustrasi Self Motive dibuat menggunakan ChatGPT

Artikel keren yang sangat bernilai filosofis dan kek-nya masih relate dengan zaman sekarang padahal artikelnya sudah ditulis hampir dua puluh tahun yang lalu loh.

Setelah baca artikelnya beta jadi kepikiran dan akhirnya bongkar-bongkar isi artikel lamaku juga, dan nemuin artikel lamaku yang berjudul Thankfullness.... Ya, sedikit nostalgia dan mengingat ingat semua berkat yang Tuhan kasih ke beta.

Baca juga: Antara Bahagia dan Kecewa: Belajar Ikhlas

Setelah beberapa saat, jadi kepikiran untuk nulis artikel ini, dan dari perenungan diri mendapat sebuah nilai hidup yang kira-kira bisa dibilang absurd bak matematika yang tidak punya rumus pastinya. Kadang rasanya seperti 1 dikurangi 0, tapi sering kali malah seperti ½ ditambah ⅗ lalu dikali ekspektasi, dibagi kenyataan, sisanya dilempar ke langit. Ya, sisanya di serahkan ke yang Maha Kuasa saja. Dan dari kesemuanya itu yang tersisa? Yah, hanya rasa syukur... dan sedikit sakit kepala tentunya. Hahaha

Keseimbangan Hidup: Antara jiwa yang menyusut dan rasa syukur

Beta mulai berpikir bahwa keseimbangan hidup itu seperti apa? Apakah keseimbangan hidup itu soal seberapa sibuk kamu bekerja atau seberapa sering kamu staycation sambil update story. Bukan. Bukan itu. Lebih dalam dari itu harusnya, hidup itu adalah soal menjaga jumlah jiwa dalam diri kita tetap utuh, meski kenyataan pelan-pelan pasti bakal berkurang sedikit demi sedikit.

“Hidup itu adalah soal menjaga jumlah jiwa dalam diri kita tetap utuh...”

Dalam artikel yang tadi beta sudah sebutkan, beta bilang bahwa rasa syukur adalah kunci. Saat pilihan hidup terasa berat—entah capek pergi kerja jam 8 sampe jam 5, latihan rutin dojo dari jam 4 sampe jam 7, atau tidak ada kerjaan tetap, menahan diri dari belanja online, atau sekadar memaafkan masa lalu—rasa syukur adalah yang menyambung napasnya kita semua. Tapi jangan lupa, sebagai manusia yang bukan hanya isi kepala dan hati saja yang belajar bersyukur. Kita harus tahu, ya, sebagai makhluk dengan jiwa yang perlahan pasti akan berkurang porsinya seiring waktu berjalan tentu harus siap menyeleraskan hidup.

“Rasa syukur adalah yang menyambung napasnya kita semua.”

Kata Mas Ndop—yang punya ilmu kanuragan hebat—jiwa manusia itu pasti akan menyusut. Dari 100% waktu bayi, lama-lama tinggal setengah. Untungnya, ada yang namanya romansa. Iya, cinta itu. Katanya, cinta bisa menambal kekurangan jiwa kita. Tapi hati-hati, salah memilih pasangan, bisa kelebihan dan bisa ambyar loh, hubungan kandas. Sepele? Tidak. Itulah hidup.

Baca juga: Monolog Seorang Ayah: Harapan, Cinta, dan Doa untuk Anak Lelakinya

Jadi, menyelaraskan hidup bukan cuma memilih bersyukur atau jatuh cinta. Tapi menggabungkan keduanya, dan juga tahu kapan waktunya harus duduk sebentar, berjalan, berlari dan melanjutkan hidup sambil berkata dalam hati, “Aku baik-baik saja kok, meski tidak selalu utuh dan sempurna hidupku.”

Sebab kalau terlalu banyak menuntut dirimu terus menerus, syukur hilang. Tapi kalau terlalu pasrah, jiwamu bisa bocor halus kayak ban kena paku.

Menjadi Cukup Meski Tak Sempurna

“Hidup itu bukan tentang menjadi 100% sempurna, tapi tentang menjadi cukup...”

Intinya: jaga keseimbangan hidupmu. Kalau hari ini kamu merasa kehilangan 7% jiwa karena tekanan di tempat kerja, cari 5% kekuranganmu dengan rasa syukur di hal-hal kecil. Sisanya? Mungkin bisa ditambal oleh senyuman atau tawa receh orang-orang terkasih di akhir hari.

Karena hidup itu bukan tentang menjadi 100% sempurna, tapi tentang menjadi cukup, dan tetap manusia… meski kadang cuma separuh jiwa.

- Bryan Nakupenda

Menyelaraskan Jiwa dan Rasa Syukur

Renungan tentang hidup, keseimbangan jiwa, dan kekuatan rasa syukur dalam menghadapi kenyataan.

Post a Comment

0 Comments