Antara Bahagia dan Kecewa: Belajar Ikhlas dari Pengalaman Hidupku

Suka dan Duka: Perjalanan Kehidupan dan Pekerjaan

Namanya kabar bahagia tidak akan pernah ada habisnya, kan?
Tapi begitu juga kabar sedih.
Kadang datang beriringan, kadang malah menyergap di saat yang sama.
Kadang datangnya kayak pasangan—berduaan, nempel terus.
Dan anehnya, kita harus bisa belajar menerima keduanya dalam satu napas.

Mau atau sonde mau, suka atau sonde? Katong harus belajar mengikhlaskan semua rasa—entah pedih atau tawa—dalam satu waktu, atau dalam dua momen yang saling bersusulan. Kadang pedih duluan, baru disusul tawa. Kadang malah sebaliknya. Tapi, jujur saja, kita nggak pernah tahu mana yang bakal datang duluan. Semua terjadi begitu saja.

Illustrasi Suka dan Duka dibuat menggunakan ChatGPT

src: ilustrasi "Suka dan Duka" dibuat menggunakan ChatGPT.


Tahun 2021: Roller Coaster Kehidupan

Tahun 2021 jadi saksi bisu beta pung perjalanan hidup yang sonde mudah untuk beta lalui dan beta cerna, bahkan sampai sekarang. Sonde sih, agak lebay. HAHAHA. Tahun itu, beta pung hidup seperti roller coaster.
Naik. Turun. Taputar. Dan kadang bikin mual juga.

Di satu sisi, beta merasa seperti orang paling beruntung di dunia. Di tahun itu, beta diterima kerja—bukan kerja biasa, tapi pekerjaan yang waktu itu beta pikir bakal jadi batu loncatan besar dalam hidup. Dan bukan hanya itu, beta juga menikah dengan perempuan yang beta cintai. Uhhuyyy SO Sweett! Hidup serasa naik ke level baru. Dan seperti bonus tambahan yang paling manis, di penghujung tahun beta dapat kabar paling bahagia sebagai seorang manusia dan sebagai seorang suami: beta bakal jadi seorang ayah. Istri sedang mengandung seorang anak yang tentu saja, jadi cita-cita seorang suami sejak menikah.

Tantangan yang Tak Terduga

Tapi siapa sangka?
Di tahun yang sama, beta juga harus berurusan dengan perasaan lain yang sama kuatnya—penyesalan dan kekecewaan.

Beta menolak satu tawaran pekerjaan yang katanya “lebih bagus”. Pekerjaan yang katanya bisa menaikkan status sosial keluarga. Tapi beta tolak. Alasannya sederhana: beta sonde pake pikir panjang waktu itu. Dan seiring waktu berjalan, keputusan itu seperti jadi hantu bagi beta  di sepanjang tahun. Hadeeh! L

“Kenapa beta sonde ambil sa e, ?”

“Kenapa beta sonde terima sa e, ?”

“Kalau waktu itu beta terima, mungkin sekarang beda cerita.”

Pikiran-pikiran itu mampir terus, kadang di pagi, kadang tengah malam, kadang saat sementara kerja, kadang-kadang datang tanpa diundang. Haduuuhh! Perasaan bersalah dan penyesalan seperti numpang tinggal di beta tanpa bayar sewa.

Hidup Itu Lucu, Waktu Bisa Jadi Penolong

Tapi hidup ini lucu. Kadang waktu juga bisa jadi penolong paling bijak.

Tahun 2022 datang, dan perlahan beta mulai bisa melihat semua dengan kacamata baru. Fokus sudah bergeser: dari soal kerjaan, jadi soal keluarga.

Beta mulai belajar apa arti “bahagia” yang sebenarnya. Bahagia bukan soal titel pekerjaan atau status sosial, tapi soal punya waktu untuk menikmati hidup—bersama orang-orang yang dicintai.

Dan anehnya, pekerjaan yang dulu beta tolak itu justru ternyata penuh racun. Iya, beta liat dan dengar dari medsos, media cetak, bahkan dari grup WA. Terlalu toxic parah. Untung toh Bro! Pekerjanya disuruh kerja kayak robot, lupa waktu, lupa hidup. Dan itu semua terjadi saat dunia masih berkutat dengan pandemi. Astaga, beta langsung tarik napas panjang. Bersyukur setengah mati karena waktu itu beta sonde ambil itu pekerjaan.

Dari situ, beta sadar. Hidup itu bukan soal “yang kelihatan lebih hebat”, tapi soal “yang membuat kita lebih tenang”. Beta memilih untuk slow living—menikmati waktu bersama istri dan anak sambil sesekali latihan Kempo. Dan itu rasanya priceless. Sonde bisa diganti dengan gaji berapa pun.

Refleksi dan Rencana Ke Depan

Empat tahun berlalu.
Beta tetap di tempat kerja yang sekarang. Tempatnya baik, orang-orangnya asik, dan yang terpenting… beta bisa tetap jadi diri sendiri. Tapi ya, namanya hidup pasti sonde ada yang sempurna dan sonde ada yang duga. Ada satu hal yang selalu beta rindukan: hari libur di akhir pekan. Di tempat sekarang, liburnya agak kurang. Hahaha...
Tapi ya sudah lah. Namanya juga hidup, selalu ada plus minus.

Baca juga: Self Motive: Kamu Bukan Pusat Dunia! Tapi Kamu Masih Bisa Bahagia

Nah, sekarang, beta sudah masuk masa persiapan buat pindah kerja.
Tempat baru, orang baru, suasana baru. Deg-degan? Iya. Tapi beta terlalu semangat sekarang. Beta harap tempat yang baru nanti bisa kasih ruang yang sama baiknya kayak tempat sekarang, atau bahkan lebih. Beta sonde minta banyak, cukup sonde ketemu orang yang kuat bacari muka deng atasan sa. Hahaha... just kidding! Tapi EGP sih. 😄

Saat beta tulis ini bikin beta sadar satu hal besar: hidup itu campur aduk. Katong sonde bisa berharap isinya cuma tawa. Tapi juga jangan terus tenggelam dalam sedih. Dua-duanya penting, dua-duanya membentuk siapa kita hari ini.

Beta yakin, banyak di antara katong yang pernah atau sedang ngalamin hal yang sama.

Bimbang soal kerjaan, bingung soal hidup, atau nyesel karena pilihan yang udah diambil. Tapi percayalah, semua itu bukan akhir dari segalanya. Semua itu proses yang membentuk katong jadi versi terbaik dari katong pung diri.

Jadi... jangan terlalu sedih.
Ingatlah selalu bahwa suka dan duka itu saling melengkapi.
Supaya katong pung hidup tetap berwarna dan nggak flat begitu saja.
Bahagia itu bukan tentang keadaan, tapi soal bagaimana katong melihat keadaan.

Ingat yang bahagia saja.
Kalau sedih mah, sonde usah terlalu dipikirkan.
Yang bahagia bisa jadi obat paling mujarab dalam hidup.
Yang sedih-sedih? Kadang bikin lupa, kalau sebenarnya katong pernah tertawa.

Jadi mari, tetap berjalan.
Pelan-pelan, tapi penuh syukur.
Karena hidup itu bukan soal siapa paling cepat, tapi siapa yang paling tahu caranya menikmati.

- Bryan Nakupenda

Antara Bahagia dan Kecewa: Belajar Ikhlas dari Pengalaman Hidup

Refleksi pribadi tentang suka dan duka, ikhlas menjalani hidup, dan arti bahagia yang sesungguhnya.

 


Post a Comment

0 Comments