Dalam diam, aku merindukannya. Ya, Dia. Sosok yang biasanya ada di sisiku kini harus menjauh untuk sementara waktu. Bukan karena pertengkaran, bukan pula karena benci juga, tetapi hanya keadaan yang memang memaksa kami harus berpisah sementara waktu, dan aku sepenuhnya memahami itu. Tapi tetap saja, namanya rindu, mau bagaimana pun akan tetap tumbuh seperti hujan yang tak bisa dihentikan turunnya, deras dan menghujam hingga ke dasar palung hati.

aku dan istriku yang gemoy
Aku ingin memeluknya, sekadar menenangkan gundah dalam dada. Namun bahkan peluk pun tak bisa. Jarak yang membentang menjadi batas antara hasrat dan kenyataan. Tak ada yang salah, hanya rasa yang tertahan. Hujan yang biasanya membawa kesejukan, kini justru menjadi saksi bisu betapa sunyinya malam-malam tanpa kehadirannya.
Puisi ini lahir dari rindu yang tak tertampung oleh kata-kata biasa. Ia hadir dari ruang yang sepi, dari waktu yang berjalan perlahan tanpa senyumannya. Sebuah bentuk pengingat, bahwa cinta itu bukan sekadar tentang kebersamaan fisik, melainkan tentang bertahan dalam jarak, dan tetap mencintai dalam diam.
Puisi ini saya beri judul Hujan dan Kerinduan...

src: unsplash/ geetanjal khanna
Hujan dan Kerinduan
Gundah hatiku tatkala rindu menghidupiku
Potretmu dalam bingkai menguatkanku
Kenangan bersamamu selalu ku rindu
Layu tubuhku mendengar engkau tak bisa ku rangkul
Jiwaku...
Ragaku...
Hatiku...
Akan ku jadikan prasasti
Demi mengenang momen indah bersamamu
Sebagai pertanda rasa bahagiaku
Atas cintaku yang gugur tak berdaya
Meski inginku berpulang mendengar merdunya suaramu
Ku abadikan selalu
Seperti daun-daun yang berguguran begitu pula jiwaku
Yang perlahan remuk merindukan engkau yang tak disampingku
Suara gemuruh terdengar di ujung bukit nun jauh
Bolehkah raga kita bertemu meski sejenak
Sungguhku tersiksa merindukan pelukan hangatmu
Yang dulu selalu ku nikmati
Yang dulu adalah tempat sandaranku
Yang dulu selalu menenangkanku
Rasa rindu ini tak bisa ku bendung
Dan mendung di hatimu tak bisa ku tahan
Udara dingin selalu menerkamku
Meringkuk aku dalam dinginnya malam
Desiran rintik hening malam
Kerinduan meliuk-liuk dalam hati
Mendekapku erat dalam dinginnya
Oh, betapa hatiku riang dan gundah
Hujan dan rindu bersemayam dalam kisahku
Hujan,
Oh, Hujan
Engkau datang setelah daun kebahagiaan berguguran
Engkau datang setelah lewat masa senyumku
Engkau datang setelah rindu itu hampir punah
Rindu
Rinduku yang besar bak cakrawala
Rinduku yang hebat seperti hebatnya Alexander
Rinduku yang tinggi seperti langit yang akan runtuh
Rinduku, oh rinduku
Rinduku yang dipentalkan hujan
Tak gentar diriku terus melangkah maju
Rinduku yang dihentikan hujan
Ingin ku melawan kebekuan ini
Rinduku yang terendam genangan dan kenangan
Hujan, seperti hujan
Rindu ini telah menghujamku dengan keras
Basah kuyup aku dalam derasnya rindu
Aku tertahan dalam gubuk rinduku
Hujan rindu ini seperti kanker
Sakitnya tak tertahan
Hujan, oh hujan
Rindu, oh rindu
Oh, hujan
Oh, rindu
Hujan rindu
Hujan dan rindu
Musim berganti
Cintaku kembali bersemi
Namun, kau terus menggenggam aku
Bagaikan pasak yang menikam dada
Sakit dan berdarah
Rinduku...
Sayangku...
Kebahagiaanku...
Kini telah pergi meninggalkan daku
Meninggalkan jejak-jejak kebahagiaan
Meninggalkan jejak-jejak kesedihan
Meninggalkan jejak-jejak rindu
Kenangan yang kupikir akan menjadi indah
Kini menyisakan luka mendalam dalam jiwaku
Tak seindah musim semi dambaanku
Kini tersisa cerita dan rasa yang tertinggal
Aku dan rasa cintaku
Kau dan rasa yang tak bisa ku identifikasi
Jatuh berguguran disaat ku sedang sayang-sayangnya
Hampa terasa saat malam
Kuharap kau kan kembali bersemi selayaknya seorang adiraja
Yang dirindukan permaisurinya
Wahai, kasihku yang dulu selalu kurindu
Suka...
Duka...
Kasihku...
Pujaanku...
Ingatkah...
Kau curahan hatiku...
Kaulah cahaya hidupku...
Seperti semi yang membawa kebahagiaan
Aku pun ingin kau menjadi selalu menjadi musim semi ku ditiap nafas hidupku...
- Bryan Nakupenda
0 Comments
Silakan berkomentar secara bijak atau sesuai topik pembahasan...