Ini adalah cerita singkat tentang embu beregu putra cabor
Shorinji Kempo. Singkat yah jadi jangan penasaran bosque, beregu kami dibentuk
oleh pelatih terhebat dalam hidup kami Sensei George Hadjoh, yang merupakan
sosok yang paling berpengaruh dan paling berperan penting dalam rim beregu ini.
Tim ini dibentuk sejak 2009 pada kejuaraan pertama kami sebagai sebuah tim
beregu putra yang waktu itu masih berenam atau tim enam orang.
Anggotanya
yaitu, Jems Pah, Rizal Sobo, Danni Rohi, Frenki Gewe, Rama Ngeta dan saya sendiri.
Dalam perjalanannya kami untuk menjadi tim terbaik kami membutuhkan waktu delapan
tahun, bukan waktu yang singkat namun sebuah kebanggaan bisa tetap berusaha
memberikan prestasi terbaik. Meski dalam delapan tahun itu kami sering berganti
formasi dan pengurangan anggota karena regulasi namun kesolidan tim dan
keserasian tetap terjaga.
Pada kejuaraan nasional kualifikasi PRAPON 2011 kami hanya
bisa tampil beregu empat orang, dari yang sebelumnya enam orang dan tiga
diantaranya harus dipindahkan ke nomor lain, sebagai gantinya kami mendapat
rekan yang kualitasnya sama hebatnya seperti tiga orang yang digantikan itu.
Rekan Jems Pah berpindah ke nomor Beregu Campuran dan Pasangan Putra, Rizal
Sobo memainkan nomor berpasangan dengan Rama Ngeta, dan yang mengganti posisi
mereka adalah Ardi Bua Puling yang sebelumnya bermain pada nomor berpasangan.
TIM BEREGU TERBAIK?
Yah terbaik, karena proses dan perjuangan kami untuk meraih
title TERBAIK. Tim beregu dengan tingkat kesolidan dan persaudaraan terbaik,
prestasinya memang paling wah saat kejuaraan terakhir di PON XIX JAWA BARAT
kemarin, dalam delapan tahun kami berproses terus sampai kami menjadi juara di
PON dan kami tidak kehilangan momen, kami hanya kalah dari lawan yang sama saja,
seperti kalimat “jika jatuh, bangkit lagi”, yah itulah yang kami tanamkan dalam
hati kami, meski dalam berbagai kejuaraan kami tidak pernah menang melawan
lawan yang sama namun kami tidak menyerah sampai akhirnya kami mampu
mengalahkan mereka untuk pertama kalinya.
Kami mendapatkan kebanggaan dari perjuangan itu, orang
melihat kami seperti orang gila tiap kali kami bertanding tapi tidak pada
hasilnya. Ya, kami memang gila, setiap kejuaraan selalu saja menjadi nomor dua,
namun kami selalu diajarkan untuk tidak mengeluhkan hasilnya karena itu adalah
yang Tuhan berikan, sampai kami mencapai posisi puncak dengan nilai tertinggi. Orang
banyak yang tidak tahu kami bekerja keras seprti apa, tanpa mengenal rasa
lelah, capek, dan lainnya kami terus berusaha. Semua harapan, impian dan
cita-cita kami taruhkan dalam kejuaraan terakhir kami dan hasilnya sepadan
dengan apa yang kami minta pada Tuhan juga.
Momen itu tidak akan pernah dilupakan, tim beregu putra
terbaik Nusa Tenggara Timur (NTT), bekerja keras sekian tahun demi posisi
puncak yang telah dipegang oleh tim yang slalu mengalahkan kami di setiap
kejuaraan, momen dimana semua mata melihat ketangguhan empat orang laki-laki
hitam dari NTT yang berhasil mengalahkan sang raksasa. Dan tentu saja tidak
bisa dipungkiri kami yang terbaik se-Indoensia bukan yang lain.
BAGAIMANA BISA?
Kami melewati banyak cacian, hinaan, tempaan, pukulan dan
hantaman yang tidak sedikit demi menggapainya, apa yang kami tampilkan adalah
segalanya yang kami miliki yang bisa kami curahkan. Impian kami tak bisa
dibendung, kami di tempat latihan beberapa kali adalah yang terbaik namun
sesampainya di arena kami bukanlah yang terbaik, kami belajar dari setiap
kesalahan itu, sampai akhirnya kami tahu bahwa yang harus diandalkan adalah
Tuhan bukan kekuatan kami.
Pelatih kami selalu berpesan, apa yang kau perbuat ditempat
latihan perbuatlah itu seperti kau sedang bertanding, seperti “Lakukanlah
segala sesuatu bukan untuk manusia melainkan untuk Tuhan”, kalimat ini menguatkan
dan mengingatkan kami, bahwa kami tidak dibentuk hanya untuk kalah saja tetapi
untuk menjadi pemenang juga, kami bangkit dari kekalahan kami dan mengandalkan
Tuhan sepenuhnya untuk menjadi pemenang.
Kami menangis, sedih, marah dalam waktu bersamaan saat
kalah,lagi dan lagi, namun kami tidak menyerah sampai pengakuan itu datang. Ditengah
jalan kami ada yang sempat ingin berhenti, ada yang hilang setelah kejuaraan
namun selalu kembali sampai akhirnya kami sampai di titik puncak kami, dimana
apa yang paling kami citakan tercapai yaitu menjadi embu beregu putra pertama
yang meraih medali emas di PON, suatu kebanggaan tentunya.
LANJUTKAN PERJUANGAN
ATAU TIDAK?
Ada alasan, kebanyakan orang berpikir sebagai atlet itu
menyenangkan, tidak juga, memang ada sisi bahagianya banyak malahan, tetapi ada
juga sisi sedihnya. Sisi sedihnya yaitu meski bergelimang kemenangan dan nama
yang semakin harum kita tetap harus menentukan sikap untuk masa depan
masing-masing, artinya mau sampai kapan berkontribusi besar tapi impian dan
masa depanmu sendiri kau lupakan.
Teman saya Ardy akhirnya menemukan masa depan
yang lebih cerah, sedangkan saya dan Danni memilih untuk tidak melanjutkan
perjuangan karena alasan tersebut. Sedangkan Rizal tetap melanjutkan perjuangan
namun tidak bersama kami lagi. Kami bertiga tetap mengharapkan yang terbaik
buat dia namun dia pasti tahu bahwa kami juga ingin mengejar apa yang kami
impikan.
Jadi jawabannya kami tidak akan melanjutkan perjuangan,
dijalan saya mendengar pertanyaan seperti ini, ‘apa yang sudah kau perbuat
untuk Negara ini?’, nah ini sungguh aneh ketika ada pemuda-pemuda berkorban
untuk Negara namun Negara sendiri tidak peduli akan pemudanya. Coba kita balik
pertanyaannya, ‘Apa yang sudah Negara ini perbuat untuk kami?’. Namun tidak
menutup kemungkinan bagi kami untuk melatih embu beregu putra untuk mengalahkan
prestasi kami, karena kebanggaan terbesar adalah jika kami mampu menciptakan
penerus yang memiliki prestasi melebihi kami.
Mungkin cukup sekian cerita singkat tentang embu beregu
putra, kami manusia biasa yang dari kecil telah diajarkan untuk tidak menyerah,
tetap pada jalan mengejar impian kami, sekalipun kami dianggap sombong kami
tetaplah manusia biasa, yang diberikan ijin oleh Tuhan untuk memiliki prestasi
luar biasa.
0 Comments
Silakan berkomentar secara bijak atau sesuai topik pembahasan...