SEJARAH LAGU 'BALE NAGI'

Artikel Sejarah ini ditulis oleh Jan Djangun di blognya sejak tahun 2009 tepatnya tanggal 14 Juli 2009. 

Tulisan ini sengaja saya buat sebagai pengingat kembali bagaimana sejarah terciptanya lagu “BALE NAGI” yang sangat popular di kalangan masyarakat Flores Timur, Kupang dan Nusa Tenggara Timur secara umumnya, dan tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada penulis asli maupun penciptanya saya hanya ingin berbagi tentang Nusa Tenggara Timur saja dalam hal ini lewat lagu-lagu daerah.

Adapun bagaimana terciptanya lagu “BALE NAGI” ini karena didesak kebutuhan, bermula dari pentas budaya antar daerah kabupaten-kabupaten se-Flores yang akan digelar oleh para siswa Seminari Menengah St.Johanes Berchmans -Mataloko – Ngada – Flores untuk memperingati Hari Ulang Tahun ke-38 Rektor atau Direktur Seminari, Pater Alex Beding SVD pada 13 Januari 1962. Siswa-siswa Flores Timur atau Turunan Flores Timur hanya berjumlah kurang lebih sepuluh siswa, dilengkapi dengan beberapa siswa dari Maumere yang berasal dari Boganatar yaitu daerah dekat perbatasan Larantuka- Maumere.

Keuskupan Larantuka sudah memiliki Seminari Menengah di Hokeng. Kelompok siswa dari pelbagai daerah (kabupaten) dapat dengan mudah pentaskan satu sajian budaya daerahnya (tari atau lagu) karena jumlahnya cukup banyak. Yang dapat dipentaskan oleh kelompok siswa asal Flores Timur adalah bernyanyi.

“BALE NAGI” pun menjadi sebuah lagu karena adanya dorongan motivasi yang kuat dari para siswa-siswa tersebut. Pada saat itu Jan Berchmans Lisen Djangun yang merupakan seorang siswa kelas V atau II di SMA Seminari Mataloko. Jan Djangun berkata bahwa “Dalam diri saya ada garis turunan 25% Maumere, 25% Manggarai tetapi 50% Nagi – Lokea- Larantuka”. Karena cukup berlatar belakang seni musik, Jan Djangun pun berinisiatif menggubah satu lagu khusus, khas Larantuka (Nagi).

Bakat musik yang dimilikinya pun berasal dari keluarganya, dengna modal telah dipoles dan berpengalaman dalam mengikuti paduan suara di bawah dirigen Pater Albert Van der Heyden SVD, berguru seni musik pada Pater Jan Lali SVD dan dilatih menggesek biola musik klasik oleh Pater Piet Rozing SVD dan Pater Anton Sigoama Letor SVD. Kiranya cukup bekal untuk dirinya menghadirkan sebuah lagu baru bernuansa NAGI, berjudul “BALE NAGI”.



Jan Djangun yang memiliki pengalaman beberapa waktu tinggal dan bersekolah di Larantuka pada tahun 1952 kelas I Sekolah Rakyat. Pernah berlibur di Larantuka di tahun 1959-1961 pernah menelusuri jalan dalam rintik hujan malam dari Lokea- Pantai Suster/Uste- Waibalun bola bale dengan bentangan laut kelam berhiaskan kerlipan lampu para nelayan bekarang (menangkap ikan).

Pernah mengalami nae-bero (sampan nelayan) bola-bale Larantuka – Ariona (Pantai di Adonari di sebelah pantai Wure-Larantuka) bersama Almarhum nenek Elisabeth Aliandoe Fernandez mengunjungi kakek moyang Usen Aliandoe (alm) dan memahami alamiah keseharian arus ole dan arus wura (arus bolak balik berganti pagi dan petang akibat sempitnya Selat Larantuka antara Laut Flores di utara dan Laut Sawu di selatan). Pengga ole maura artinya melintasi Selat Larantuka dibantu oleh arus ole dan arus wura.

Otak remaja ini dipaksa menemukan inspirasi dan dari kisahnya diatas akhirnya menjadi sumber inspirasinya untuk menciptakan lagu khusus ini beberapa hari menjelang Hari Ulang Tahun ke-38 Rektor atau Direktur Seminari tersebut.

 

Syair “BALE NAGI” (Asli- tanpa notasi)

Lia lampu menyala di pante Uste-e

Orang bekarang di angin sejo-e

Inga pa mo ema jao -e

Inga ade mo kaka jao-e

Pengga ole ma wura lewa Tanjo Bunga -e

Malam embo ujan po rinte-e

Tanjo Bunga meking jao-e

Sinyo tedampa pi Nagi orang-e

 

Reff : “BALE NAGI” “BALE NAGI” Sinyo -e

No-e, kendati nae bero -e

“BALE NAGI”, “BALE NAGI” Sinyo -e

No-e , kendati nae bero –e

 

Nota: Dalam dialek Nagi sebutan ”e” dilampirkan sebagai bunyi ucapan aksentuatif dengan mengajak atau menegaskan (bandingkan dengan akhiran -lah dalam bahasa Indonesia)


Karakter Lagu 

Karakter dari lagu ini Ber-tonal range satu setengah oktaf, bernada dasar G, A atau Bes, tergantung pada kemampuan pencapaian nada oleh Penyanyi. Birama yang dipakai adalah 3/4. Bersyair dua bait dengan Reffrain untuk tiap bait. Ada Finale Mezopiano ke Pianissiomo mendayuh mengakhiri lagu. Durasi 4,5 menit , mencapai 6-7 menit dengan variasi iringan musik. Mengklimaks pada nada tertinggi, disusul antiklimaks dengan 4 ritma berdinamika ritardando yang bermakna menyadarkan dan mengajak “BALE NAGI”-Inga Se Nagi Tana.


Pertama kali diperdengarkan

Diperdengarkan pertama kali pada 13 Januari 1962. Berpacu dengan hari pentas, lagu khusus ini harus jadi. Biar sederhana asal tuntas, mudah dinyanyikan serta akrab dengan situasi masyarakat. Selanjutnya mengajak beberapa rekan seminaris berlatih untuk tampil bernyanyi.

Jan Djangun berkisah, seingatnya beberapa rekan seminaris yang ikut menyanyikan lagu ini adalah : Polce Boleng, Jan Djuang, Ignatius Martin, Jan Sani, Martin Dele, Camilus Patal Namang, Matheus Mola, Eugenius Eli dan beberapa rekan lain dari Boganatar, dimana sebagian mereka sudah menjadi Pastur. Untuk visualisasi atas lagu tersebut dibuat satu model sampan kecil, digantung di bahu berdua oleh saya dan Polce Boleng. Mendayung dan menggerakkan sampan Pati Golo, mengiringi alunan lagu “BALE NAGI”.

 

Mulai didengarkan masyarakat luas

Setelah tampil pada acara Hari Ulang Tahun ke-38 Rektor atau Direktur Seminari tersebut, lagu “Bale Nagi” ini mulai diperdengarkan luas kepada masyarakat. Tepatnya melalui RRI Kupang Pada bulan Juni 1967, ketika itu Wakil Pastur Paroki, Pater Blasius Fernandez SVD pada suatu malam bertugas mengisi acara Mimbar Agama Katolik di RRI Kupang dan Jan Djangun pun mengajukan agar lagu “BALE NAGI” boleh jadi lagu selingan. Dengan mengajak para seminaris cilik kelas I dan II SMP Seminari Lalian asal kota Kupang, kebetulan turunan Nagi sebagai penyanyi dadakan. Antara lain Cyrillus Belen, Bapak Buang Laju dan beberapa lagi lainnya. Ini merupakan pentas publik ke-2.

 

“BALE NAGI” memasyarakat keseluruh Penjuru di tahun 1970-1980

Sampai dengan tahun 1970, lagu “BALE NAGI” hanya menjadi milik sanak saudara di Kupang dan Larantuka. Di Jakarta, Jan Djangun bercerita bahwa dia menemukan teks areansemen lagu “BALE NAGI” dalam buku Irama Flobamora -Himpunan Lagu Daerah Nusa Tenggara Timur, penyusun Drs. Apoly Bala, MPd. Antara tahun 1970-1980.

Berawal dari kopian kaset lagu keluarga Martin Djangun yang dibuat rekaman menjelang pindah tugas dari Kupang ke Jakarta pada Juni 1970, di dalam kopian kaset ini ada suara gabungan keluarga Djangun–Fernandez menyanyikan lagu “BALE NAGI”.

Dimana dalam lagu tersebut ada suara adik dari Jan Djangun yakni Denny Djangun (masih kelas II SMP di Kupang) yang bernyanyi dengan iringan gitar dan biola oleh keluarga di Kupang. Masyarakat NTT di Jakarta terbiasa mendengar Lagu “BALE NAGI” melalui Band de Rosen dan Band Trio Kelimutu, baik di kalangan masyarakat NTT maupun tayangan Budaya Nusantara di TVRI, Jakarta. Selanjutnya lagu “BALE NAGI” menemani para perantau asal Nagi yang menyebar ke seluruh Nusantara dan para misionaris asal Nagi yang merantau ke pelbagai negara.

 

Beberapa Ilustrasi 

Karena sudah terlalu lama Lagu “BALE NAGI” menggema tanpa kemunculan pencipta lagu (N.N) pada tahun 1994, adik saya Denny Djangun pada suatu kesempatan acara keluarga memproklamirkan di Nagi /Lokea bahwa Lagu “BALE NAGI” diciptakan oleh kakaknya : Jan Djangun.

Pada November 2004, pas hari Ulang Tahun almarhum Nenek Elisabeth Aliandoe ke-100 , di Larantuka, pada suatu malam, Denny Djangun dengan beberapa saudara berkaraoke di gedung Karaoke Meting Doeng, Postoh bertemu dua wanita eks Patriat (orang asing guru bahasa Inggris) yang berkomentar : “Kalau nanti balik ke Inggris, mereka harus tahu dan membawa lagu “BALE NAGI”, karena lagunya bagus.” 

Pada 27 Desember 2005 diadakan Open House Group Panbers di kediaman Benny Panjaitan. Pada kesempatan ini “BALE NAGI” dinyanyikan duet oleh Denny Djangun dan Benny Panjaitan, direkam oleh Divisi Cek dan Ricek di RCTI dan ditayangkan di RCTI pada tanggal 30 Desember 2005.

Pada Tahun 2007, saya bertemu seorang Biarawati di bandara Wati Oti, Maumere yang baru saja pulang belajar dari Filipina. Biarawati ini berkomentar “Kalau otak capek dan suntuk setelah belajar di Manila, tutup buku lalu putar lagu “BALE NAGI”, biar lepas ketegangan dan merasa terhibur, seolah berada di tengah keluarga di Nagi.”

Pada bulan April 2008, di suatu kios CD/VCD di pasar Oeba-Kupang, Jan Djangun yang sekadar iseng menanyakan pada penjual CD/VCD : apa ada lagu “BALE NAGI”? Jawabnya “Sonde ada lai Bapak. Itu lagu su lama, ada di beta pung kaset di rumah…Itu beta pung mama pung lagu buat bikin tidur anak kici.” 

 

Pada bulan Juli 2008, Kelompok Musik Tiup Fanfare dari Keuskupan Larantuka singgah di Jakarta dalam lawatan pentasnya ke Batam. Diiringi Musik Tiup Fanfare, Lagu “BALE NAGI” sempat digelar spontan pada acara di Taman Mini Indonesia Indah, dengan dinyanyikan oleh Jan Djangun, Denny Djangun, Ardy Gebang, Lorens Fernandez, Nisman Diaz dan Adi Fernandez (saudara -saudara sepupu asal Lokea-Larantuka).

Pada bulan Mei 2009, secara kebetulan dengan seorang kenalan baru asal Flores Timur yang berkomentar: “Lagu “BALE NAGI” noka menyenangkan dan menyentuh hati bua bulu badan bediri.” Hari Sabtu 16 Mei 2009, TVRI menayangkan paket upacara tradisi umat Katolik di Larantuka pada Semana Santa (Pekan Suci) Paskah 2009. Tayangan tersebut diakhiri dengan alunan lagu “BALE NAGI” (Suara Benny Panjaitan- Panbers).

Pada saat itu juga ketika dihubungi oleh Denny Djangun, Benny Panjaitan sedang melakukan tour Panbers di Balikpapan yang secara spontan mengatakan bahwa.”Itu lagu bagus” Sambil bersenandung lagu “BALE NAGI” via handphone-nya.

 

Catatan Khusus Tercatat beberapa nama yang sejauh ini telah memasyarakatkan lagu “BALE NAGI”, antara lain: Inggris Fernandez bersama Band de Rosen, Lydia Jacob Fernandez, Benny Panjaitan – Panbers dengan VCD khusus berjudul “BALE NAGI” (atas jasa baik Bapak Wens Kopong), penyanyi khusus dalam Gita Sasando. VCD karya Yan Leba /Dus da Silva dalam Arik Sarennya yang berjudul “BALE NAGI” numpang “BALE NAGI”.

Sebuah lagu yang ternyata menjadi terkenal dan didendangkan banyak kalangan luas merupakan kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri bagi penciptanya. Namun sampai saat ini pencipta lalai / belum memproses Hak Cipta atas lagu “BALE NAGI” melalui HAKI (Hak Atas Karya Ilmiah / Hak Cipta).

- Bryan Nakupenda

 

Disadur dari Jandjangun.wordpress.com

Post a Comment

0 Comments